DIKLAT NGEDIKLAT 1656 MDPL feat MAHITKOM - [Catatan Naik Penanggungan]
"Kuintip mentari pagi dari belakang jendela rumahku". Wafa menulis kalimat setiap apa yang dia lihat dan dipikirkannya. "Akankah ada kabar tentang ingatan yang telah berlalu" Dibalik jendela kaca rumahnya dia dibuat sibuk dengan mengingat setiap cerita, karena apa yang akan dia ingat dia tulis dalam buku catatan. "Sunyi sepi jalan memfokuskan diri" ketika dia mencoba menyusun alur cerita yang sangat amat tanggung dua cerita waktu yang berbeda tempat yang sama, karena itu cerita yang ditulis adalah alur maju mundur. "Tentang apa yang dicari melalui irama ketikan ini" Tak.. tok tak tok, huruf yang membuat kata sehingga menjadi kalimat kalimat saling terhubung menjadi cerita "Sang irama menjadikannya cerita" Pendakian gunung penanggungan adalah awal cerita diklat dan mendiklat anggota Mahasiswa Pencinta Alam Institut Teknologi Telkom Surabaya, Mahitkom. "Oleh karena itu, izinkanlah saya menyampaikan ceritanya".
Kuintip mentari pagi dari belakang jendela rumahku
Akankah ada kabar tentang ingatan yang telah berlalu
Sunyi sepi jalan memfokuskan diri
Tentang apa yang dicari melalui irama ketikan ini
Sang irama menjadikannya cerita
Oleh karena itu, izinkanlah saya menyampaikan ceritanya
Duduk mengehadap layar komputer menulis awal mula cerita keberangkatan longmarch yang saat itu kami akan berangkat dari titik jam 09.00 WIB datang lebih dulu sebelum waktu keberangkatan tiba.
Duduk berhadapan dalam posisinya masing-masing selama pengarahan berlangsung. Salah satu panitia berdiri tegak membacakan peraturan yang wajib dipatuhi peserta diklat, ialah mas Jo pria berkulit coklat dengan rambut kriting dikuncir.
Perjalanan dimulai dari kampus ketintang pada pukul 09.00 WIB dengan jumlah 14 peserta diklat dan 4 panitia. Dari paling depan mas jo yang memandu perjalanan kemudian setelahnya ada gebon yang memimpin barisan peserta diklat. Kami melewati jalur ketintang arah karah yang menuju jambangan, maka keluarannya adalah daerah sepanjang. Banyak yang berpikir kenapa tidak melalui jalur ahmad yani ketimbang melalui arah sepanjang yang jalurnya harus muter-muter terlebih dahulu. Tidak salah jika memang arah jalur ini yang diambil, karena mungkin sebelumnya sudah ada pertimbangan dari panitia.
Beda dengan ketika mendiklat mahasiswa yang mengikuti diklat susulan, karena keberangkatannya bukan dari kampus melainkan 10 km dari pos pendakian gunung penanggungan. mereka berangkat dari kampus menggunakan mobil pikap bersama-sama dengan jumlah yanng lebih sedikit, yakni 8 peserta. Seingat saya perjalanan mereka cepat melebihi rundown kegiatan, karena tidak banyak kendala bagi mereka. Beberapa anak membuat saya heran dengan keadaanya yang seketika lemas keluh kesah dan terkadang ekspresinya ceria penuh semangat. Delapan peserta terdiri dari semua laki-laki dan rata-rata yang mengikuti dari angkatan 18, hal itu yang membuat pendiklat seangkatannya agak sungkat apa lagi mayoritas panitia dari angkatan 19.
.....
Tidak jauh dari kampus. Perjalanan kami diarahkan pada lahan papingblok untuk melakukan apel keberangkatan. Setiap dari kami yang dikenankan untuk memegang tugas, membaca isi teks yang diberikan, kebetulan saya hanya do'a, jadi tidak perlu latihan untuk membacanya. Beberapa dari teman bertugas juga, seperti Gepar yang memimpin apel keberangkatan, Ayu yang menjadi pemandu apel, dan Faiqoh yang saya lupa apa tugasnya, ahh susah sekali mengingat moment-moment yang terjadi. "Ingatanku terhenti ketika mengetik depan layar laptop". Gepar adalah sosok inti mahitkom, karena dia menjadi ketua tim regu kedua sekaligus ketua umum mahitkom kelak, sedangkan Ayu, Faiq, dan beberapan teman lain juga tidak saya kenal, bahkan baru saya kenal di dikalat mahitkom ini.
Perjalanan empat belas peserta diklat melewati daerah sepanjang |
Perlahan kami melakukan perjalanan menyusuri pinggiran lalu lintas ramai. Panitia melarang kami untuk komunikasi satu sama lain dalam perjalanan, tetapi bagi saya maksud panitia adalah komunikasi yang mengakibatkan menghambat perjalanan. Saya seringkali ngobrol dengan Haris yang berada di depan saya, walaupun seseketika Mas Jo seringkali mengawasi kami dengan pandangan tajamnya, karena bayangkan saja longmarch puluhan kilometer dengan view lalu lintas, folusi, terik matahari, kemacetan, dan jalan aspal yang selalu ditemui, namun tidak adanya perbincangan sungguh perjalanan yang membosankan. Meski begitu, disatu sisi perjalanan ini mengajarkan kami menjadi seseorang yang kuat, tidak mudah mengeluh, sabar, pantang menyerah, dan berpikir postif.
Oh iyaa, sebelumnya perkenalkan. Kami terdiri dari dua klompok, kelompok pertama yang diketuai Teddy dan klompok kedua yang diketuai oleh Gepar, namun tetap dalam satu baris perjalanan. Paling depan ada Gebon yang memimpin perjalanan, karena badannya yang tinggi besar dan langkah kakinya yang cepat diletakan dibaris deban untuk menarik rombongannya. Diaz beraada diposisi setelah gebon, berbeda dengan kekasihnya Arda yang diletakan paling belakang, saya tidak paham apa maksud panitia meletakan mereka berjauhan, yang pasti kemandirian. Teddy berada dibaris ketiga dengan pakaian tampak beda, ia mengenakan pdh seragam sispala dulunya, selanjutnya ada hilal lelaki pendek berkacamata, Firman lelaki tinggi berkacamata dengan tas tinggi dipundaknya, Fitria wanita pendek berkacamata, Gepar berada diposisi tengah setelah Fitria, dilanjut dengan Faiqoh seseorang yang cukup friendly walau banyak sekali ngomong, kemudian Ferry, Ayu, Haris yang sebenarnya saya baru kenal mereka diperjalanan longmarch ini, baru setelahnya saya yang memakai kemeja fanel agak ketat dan topi loreng tentara, tidak terlalu kelihatan dalam foto, mungkin sedikit tonjolan carrier warna hijau bisa diidentifikasi wkwk. Ada Hadi setelah saya laki-laki tinggi berkacamata dengan rambut ikal dan Arda yang berada posisi paling belakang sebagai pendorong barisan. Dalam perjalanan kami berhenti di sebuah tempat ibadah, masjid besar hijau dekat lalu lintas pada pukul 15.00 WIB. Untuk melaksanakan sholat asar, istirahat secukupnya, dan makan-makanan ringan.
Prupus... prupuspruppus. "Suara didihan air panas"
bikin apa dulu ini? "Tanya Gepar"
ngeteh ae ada teh. "Jawab Haris"
Iya barangkali ada yang mau nyusu. "Seru Gepar"
Hahh nyusu.. apapapa? "Tanya Haris"
Yaa itu ada yang bawa susu bubuk, tedd keluarin susu bubuk tadi. "Seru Gepar"
Gass wes, dicelub pakai roti loh enak. "Seru Hari sambil menerima roti yang dibagikan Gebon"
Ayo roti roti roti, roti waff, ferr? "Gebon saat membagikan rotinya"
Oke-oke makasih bon, yang lain barangkali ada yang mau. "Seru Wafa"
Ketika teh dan susu sudah diseduhkan dimasing-masing gelas untuk dinikmati secara bersama. Waktu semakin berlalu, disatu sisi kelompok yang dipimpin Teddy juga melakukan yang sama hingga waktunya kami bergegas melanjutkan perjalanan.
Istilah senja mungkin tidak asing untuk anak muda, hal itu yang dikatakan oleh orang tua yang sedang duduk di warung makan sambil menggeleng-geleng kepala melihat musikalisasi puisi senja yang diperankan anak remaja, ketika kami melewati mereka dalam perjalanan. biasanya anak gunung yang suka mencari senja mejelang malam tiba pegunungan, meski begitu namun nyatanya senja bisa dilihat dari mana saja sepanjang sebelum beralihnya waktu malam dan langit-langit tak tertutupi. Bukan hanya anak muda sebenarnya, wisatawan yang terbilang cukup umur di pantai-pantai berjemur sambil menikmati datangnya senja tiba.
Namun kali ini peralihan malam tidak membuatku peduli kepada senja, yang saya butuhkan hanya bagaimana perjalanan ini tidak sepi. Melihat hadi di belakang yang sudah hampir kehilangan fokusnya, lambat laun kecepatan berjalanya pun berkurang, bahkan sering-sering berhenti dan tertinggal. Tepat didepan ada Haris yang tampak senyam senyum, dia buat keadaan tegang dengan candaan yang garing.
Sumpah bosen banget aku ris, pada diem-diem gini. "Seru Wafa"
Bosen yaa, Iya udah ngomong aja, cerita pengalamanmu mungkin. "Seru Haris"
pengalaman apaan, mungkin naik gunung ikut komunitas mapala. "Seru Wafa"
Kalu dulu saya ikut sispala ya sama kayak komunitas cuma dari sekolah. "Seru Haris"
Prodi Telekomunikasi kamu yaa, ternyata banyak di sini yang prodi telekomunikasi. "Seru Wafa"
Kamu Prodi apa Waff ? "Tanya Haris"
Sebentar, ada yang minta berhenti didepan, kemungkinan break. "Wafa melihat kedepan sambil memposisikan duduk" Saya prodi Teknik Komputer. "Jawab Wafa"
Kenal Cis berarti yaa. "Tanya Haris"
Kenal lah orang temen, pernah ngopi bareng. "Jawab Wafa"
Gak pengen minum tahh? gak apa-apa minum sebelum berangkat lagi. "Seru Haris"
Sudah aku tadi. barangkali mau, ini ada pokarisweet. "Wafa berdiri melanjutkan perjalanan"
Hampir setengah jam saya dikamar mandi hingga tertinggal sholat berjamaah ketika kami berada dimasjid pemberhentian kedua, lepas dari kamarmandi terasa plong dan seger. Sebelum sholat pandanganku tertuju pada Arda yang sedang dipijat pundaknya oleh Diaz, Aku teringat ketika Arda pernah ngomong dalam perjalanan kalau dirinya masuk angin, karena semalam dirinya tidur telanjang kipasan. Dia sempat muntah di area masjid sebelum sampai lari ke kamar mandi, saya minta Diaz yang membersihkan bekas muntahannya dan biar saya yang berbicara dengan bapak-bapak DKM masjidnya.
Itu tadi temannya kenapa mas? "Tanya salah satu bapak"
Mohon maaf ya pak ini mungkin teman saya masuk angin, karena kemarin malem kipasan terus. yaa entah gerah atau gimana sekarangnya ehh masuk angin pas kegiatan. "Jawab Wafa"
Ini banyak orang pakaiannya sama dari mana ya? "Tanya bapak tadi"
Oh itu teman-teman saya, kami dari Kampus ITTelkom Surabaya yang diketintang. "Jawab Wafa"
Oh dari Ketintang, kesini jalan atau apa? terus mau pada kemana. "Tanya bapak yang lain"
Kebetulan kami ada kegiatan diklat mapala pak, jadi kami longmach dari ketintang sampai tujuan penanggungan. "Jawab Wafa"
Dulu juga saya sama pas muda ikut mapala longmach sampai ke penanggungan. "Seru Bapak tadi"
Mohon maaf banget yaa pak, sekali lagi mohon maaf. sedikit mengotori masjid, biar nanti dari kami yang membersihkan. "Seru Wafa"
Oh tidak apa-apa, hati-hati nanti perjalanannya, dijaga juga teman-temannya. "Pesan bapak tadi"
Insyaallah pak, mohon maaf banget yaa pak. "Seru Wafa"
Saya ngomong-ngomongan ke bapak-bapak tadi sudah kaya orang tua aja, hahaha lucu jugasih apalagi setelah itu dicandain ferry abis tawar-tawaran harga sama bapak tadi, Haduuuhh ada-ada aja arda "Dalam pikir Wafa.
.....
Rupa malam menampakan diri, sang rembulan datang dengan gagahnya.
Cahaya rembulan berseri-seri, menyinari perjalanan kami.
Oh pusaka malam. tidak kah hau tega, melihat lelah letih ini.
Oh pusaka malam. ajarkan kami lewat anugrah tuhan.
Tentang jiwa lapang dan kuat, maka engkau akan menjadi saksinya.
Sabda guru pada kanda, ku patuhi kehendak yang ada.
Lelah wajar, karena masing-masing kita mempunyai batasan. Dari batasan kita tahu kapabilitas diri melalui pola berpikir yang panjang, mungkin hal yang sama dilakunan peserta diklat ketika berfikir dalam perjalanan nya. Sempat juga perjalanan diberhentikan disebuah musholah kecil, oleh panitia untuk melaksanakan sholat isya. Dalam ketenangan. terdengar suara pancuran air keran di sudut musholah, Ferry yang menyalakannya untuk berwudhu. Teddy tampak tegak berdiri mengangkat tangan membaca takbir, saya pandangi seseorang berkulit putih bermata sipit tersebut sudah lebih awal melaksanakannya. Saya berpikir tentang Teddy, dibandingkan dengan Ferry dan Haris yang sudah jelas setatus agamanya. Laki-laki bermata sipit tersebut ternyata ayahnya adalah seorang mualaf, sebelumnya beragama Hindu dan ibunya seorang kristian pindahan budha, kekeluargaan yang khas dan kaya akan toleransi menjadikannya sebuah identitas diri, sejak kelas 3 SD dia beserta 2 adiknya mualaf mengikuti sang ayah. Wafa yang sedang duduk dikagetkan oleh Gebon, ketika mengajaknya untuk sholat berjamaah.
Keluh kesah memang sudah biasa, masing-masing dari perserta diklat punya masalah yang berbeda dalam kegiatan longmarch, dari Hilal yang hampir sering berhenti dalam perjalanan, Hadi yang hampir kehilangan fokusnya, Ferry, Fitria, Gepar yang kakinya sudah kapalan, rasa pusing di kepala dan encok di area persendia juga dirasakan peserta diklat. sampai pada sesi keluh kesah yang diadakan panitia untuk mengetahui setiap keluhan-keluhan peserta diklat, ketika sampai dilokasi dekat pabrik miwon sebelum keberangkatan perjalanan selanjutnya.
Okey kita istirahat disini sambil menunggu mobil pickup datang, kalian bisa mengisi tenaga maupun kebutuhan lainnya, sebelum itu ada sesi keluhan, nanti akan saya tanya satu-satu. Silahkan berbaris dengan rapih. "Mas jo berdiri tegak dengan suara lantang"
Sedikit senang menyelesaikan longmarch sampai titik ini, sebelumnya panitia bilang diklat ini akan berjalan sampai penanggungan, tanpa konfirmasi akan ada pickup sampai batas miwon. Mindset saya yakin saja melakukan perjalanan panjang tersebut dalam sehari, padahal ketika di hitung-hitung butuh dua hari lebih perjalanan full.
Gimana ada kendala apa selama perjalanan. "Tanya Mas Jo"
Siap, cape saja selebihnya aman.. "Jawab Gebon"
Selanjutnya.. Teddy. "Tanya Mas Jo"
Mules, pusing juga sama pegal-pegal. "Jawab Teddy"
Selebihnya gak ada lagi.. selanjutnya. "Seru Mas Jo"
Mas Jo terus bertanya kepada setiap peserta diklat hingga pertanyaan mengenai keluh kesah sampai ke Haris dan setelahnya saya.
Kamu gima? keluhannya. "Tanya Mas Jo"
Badan pegal-pegal, kepala pusing sama kaki kapalan. "Jawab Haris"
Terus Selanjutnya.. "Seru Mas Jo"
Anyang-anyangan Mas Jo.. lainnya aman. "Seru Wafa, dengan ekspresi berseri-seri"
Anyang-anyangan adalah kondisi dimana seseorang ingin buang air kecil secara terus menerus, tetapi tidak keluar. "agak lucu juga kalau ngomongin kayak ginian". Sebelumnya Wafa mulai merasa anyang-anyang dari perjalanan menuju pemberhentian kedua, kesempatan berhenti dalam perjalanan digunakan untuk buang air kecil, bahkan sempat dalam perjalanan meniup pluit tiga kali untuk menandakan ada sesuatu atau kebutuhan, dari arah belakang setelah meniup pluit Wafa berjalan menyalip kedepan ketika semua barisan berhenti, untuk meminta izin ke panitia.
Masih ditempat yang sama sebelum keberangkatan malam panjang, sebelumnya Wafa dan Fitria diajarkan sebuah yel-yel dan jargon singkat oleh panitia, saat ini Mas Dani sebagai panitia yang menyusunnya, yang kelak dibunyikan peserta diklat saat panitia memberikan intruksi.
Tempat Peristirahatan Ke 3 depan Pabrik Miwon |
.....
Berhenti sejenak sebelum melanjutkan cerita catatan pendakian ini, masih ditempat yang sama duduk dibalik jendela menatap awan mendung yang sepertinya akan meneteskan air hujan. Seharian dikamar hal yang sebenarnya sangat membosankan, lepas dari kursih nyaman hanya berputar mengambil makan dan minum untuk menghilangkan sedikit dahaga, sebelum kembali menulis catatan.
Mengingat yang ditulis adalah alur maju mundur saya kembali pada waktu ketika mendiklat delapan mahasiswa yang mengikuti diklat susulan. Peran saya sebagai panitia diklat bukan sebagai komandan, petugas kegiatan inti, atau seseorang yang biasa ekting marah dalam kepanitiaan, hahaha. bagi saya cerita dalam suatu kegiatan adalah hal penting dengan mengabadikan momen-momen terbaik, kususuri jejak langkah terbaik yang ada. Keberangkatan mereka memang dari kampus, namun tidak jalan seperti panitia longmarch dulu, mereka dari kampus menaiki mobil pickup bersama sampai ditempat yang ditentukan.
Setelah upacara keberangkatan telah selesai, setiap anggota diklat susulan berbaris memanjang. Dari bagian depan di kawal oleh Gebon dan diposisi belakang ada Ferry sebagai panitia lapangan. Satu tempat dua tempat peristirahatan dilewati dengan langkah kaki yang lebar dan gerakan yang cepat, membuat waktu perjalanan lebih singkat, di tambah cuaca yang mendukung cerah awan tampak naungan dan nuansa pemandangan alam disekeliling perjalanan. Hambatan hanya dari segelintir orang, mulai terlihat ketika Dhafa mulai kehilangan fokusnya, Havis dengan mukanya yang mulai lesuh serta matanya yang terlihat memerah, dan Salim yang dari awal perjalanan mulai muntah-muntah.
Di sebuah mushola tempat ibadah, peserta diklat diperkenankan untuk beristirahat makan siang dan melaksanakan sholat. Sebuah persimpangan jalan yang membatasi tempat istirahat panitia diwarung dan peserta di samping musholla. Ketika makan bersama semuanya makan tidak terlepas panitia, walau dari anggota diklat ada yang enggan untuk makan, namun panitia tetap selalu mengingatkan bahwa makan itu bukanlah kemauan, tapi kebutuhan.
Perjalanan mereka beriringan dengan setiap foto yang saya ambil, hingga bertemu sebuah pepohonan besar, hutan pinus saya menyebutnya. Sebuah tempat refresing, karena ketika saya melihat kiri dan kanan banyak sekali warung serta komunitas pendaki dan anak gengs motor. Udara yang sejuk ketika melakukan perjalanan, karena sinar matahari terhalang ranting daun pohon besar. Di suasana yang sepi berteriak lah Danlat Teddy ke barisan peserta diklat.. "Siswa.. " Seru danlat, karena sudah diberikan arahan yel-yel dan jargon ketika perjalanan sampai dipos dua area istirahat. Mereka tahu apa yang harus dilakukan.. "Mahapala ittelkom" Jawab seleruh peserta diklat susulan.
Mahapala ittelkom!! "Seru Danlat"
Tetap Semangat!! "Jawab peserta diklat"
Musik mati..!! "Seru Danlat"
Belanda menang "Jawab peserta diklat"
Seketika peserta diklat menyanyikan sebuah yel-yel longmarch.
Sampai pada jalan menanjak, ketika langit-langit mulai terlihat, dan sinar mega nya yang indah, menyusuri setiap langkah mereka hingga waktu malam tiba, pos pendakian Gunung Penanggungan via Tamiajeng.
.....
Tempat setelah pemberhentian mobil pickup peserta |
Sesampainya tiba disebuah tempat ketika setelah menaiki mobil pickup, saya kira langsung sampai pada sebuah tempat tujuan pos pendakian Tamiajeng, namun nyatanya kami disuruh melakukan perjalanan panjang lagi dari pertigaan kami turun hingga pos pendakian. Pukul 21.15 WIB kami melakukan perjalanan malam menyusuri pedesaan, setidaknya malam diudara yang sejuk lebih mending, dibandingkan perjalanan kami melewati lalulintas sebelumnya.
Semakin jalan menanjak semakin berat kaki untuk melangkah. Beberapa peserta diklat lain sudah tidak kuat untuk melakukan perjalanan terutama perempuan, Faiqoh dan Diaz sering sekali berhenti, sampai-sampai Diaz sempat menghambat perjalanan dan letakan diposisi belakang. Arda yang kebetulan diposisi belakang menemaninya dengan terus mendorong agar bergerak maju. Hal yang sama juga dirasakan oleh Hilal lelah yang berlebih ketika berkali kali menghambat diperjalanan, sampai sampai dia perlu inpus oksigen. Malam sekali kita sampai disebuah pos pendakian ditambah makan malam dan evaluasi waktu kita tidur pada pukul 23.59 an dan bangun jam 05.00 untuk sarapan serta mempersiapkan keberangkatan.
Kok cepet yaa, udah sampai pos 2 aja. "Seru Wafa"
Jangan ngeremehin dulu, coba aja liat nanti. "Seru Gepar"
Yee bukannya ngeremehin. "Jawab Wafa"
Gak ada istirahat di pos 2 , langsung berangkat sepertinya. "Seru Gepar"
Iya kalau duduk-duduk kebanyakan istirahat lebih cape nantinya. "Seru Gebon"
Dari setelah pos 2 perjalanan semakin meninggi dengan 90 diameter langkah kaki mengangkat, keadaan sepi seperti ini seperti satu rombongan tanpa pendaki yang lain. Kami memutari perbukitan dengan track kecil disamping tebing. Tanah lihat kekuningan ini sangat amat licin jika terjadinya hujan, karena tanah yang membentuk sebuah tangga amat sangat gundul, bahkan jika melakukan pendakian turus pastinya bakalan banyak makan korban kepleset.
Dukkk... "Fitria terjatuh yang kedua kalinya" Belum sempat lepas dari berpikir sudah ada yang jatuh, kedua kalinya pula.. Hadeuuhh. Semakin naik sudah terlihat ada orang diatas, beberapa diantaranya yang ngecamp dan berpapasan dijalan.
Lololol.. Kok di seluruh tubuh gitu. "Seru Ferry"
Biarin, suka-sukaku dong. "Jawab Gepar"
Udah ini langsung pake aja. "Seru Gebon sambil melemparkan minyak kayu putih ke Ferry"
Di satu sisi ada Hilal yang berebutan dengan Teddy, tidak seperti empat perempuan yang tenang menggunakan nya, justru Hadi dan Arda yang berada diposisi paling ujung sudah gak sabar menunggu giliran.
Ayoo buruan.. "Seru Hadir"
Bentar, bentar, bentar.. "Seru Haris"
Parah kok sampai ke rambut gitu. "Seru Hadi"
Bentar, perut sama kaki belum. "Seru Harus"
Yee saya dulu.. "Seru Wafa ketika merebut kayu putih yang ada ditangan Haris" Karena posisi Wafa yang lebih dekat bersebelahan dengan Haris.
Haduuuuuhh. "Lemas Hadi"
Ayo gan buruan, hehe. "Ketika Arda yang menatap Wafa menggunakan minyak dari belakang dengan ekspresi datar".
Karena peristiwa kayu putih ini sampai-sampai kami hampir dijuluki angkatan kayu putih.
Pos tiga berada didepan mata, namun waktu istirahat sebelumnya cukup. Mas Jo dengan kerasnya bilang "Istirahat kalian nanti di pos 4, lanjut saja terus!!" Pada pukul 09.15 kesempatan istirahat itu terbuang begitu saja, namun ada benarnya jika kami istirahat lagi akan banyak waktu yang terbuang.
Seperti sebuah tangga, terlihat zig-zag dengan pegangan bambu yang hampir rapuh, namun masih tetap menjadi pegangan para pendaki berjalan. Beberapa pendaki yang kami jumpai terus memperhatikan barisan kami, banyak yang bertanya-tanya terkait diklat yang kami lakukan ini, namun Mas Jo melarang peserta diklat berinteraksi dengan pendaki lain ketika berpapasan, bahkan sempat sentakan diarahkan ke Gepar dan Gebon kemudian dikenakan sanksi 5 seri.
"Mas mas rombongan sampean ada yang ketinggian yaa, ini dia soalnya seragamnya sama wkwk" Seru pendaki lain ketika berpapasan dijalan bercanda pada temannya karena memakai baju kotak-kotak fandel yang sama. Sebuah lubang kecil dalam tampak terlihat dari atas jalur pendakian yang kami lalui, lubang panjang tersebut menjadi aliran arus air yang mengalir dari atas terutama saat hujan. Awan putih mulai terlihat, cahaya matahari terasa panas, dan bumi seperti terbakar, membakar rombongan power rangers berkostum fandel ini.
Pukul 10.00 wib, waktu istirahat kami di pos 4. Sebuah gazebo kecil dengan tempat duduk yang kecil membuat banyak orang berebutan tempat singgah, diantara nya pun duduk dan rebahan di tanah. Kami memanfaatkan sedikit lahan yang bisa untuk bernaung sesaat sebelum melanjutkan perjalanan.
.....
Seperti tidak ada rintangan, delapan peserta diklat susulan berjalan dengan cepat dan tenang menyusuri hutan, melewati bebatuan terjal menculang, dan tanah licin dilewatinya dengan waktu singkat. Dari mimik muka yang saya lihat memang beraneka lelah dan semangat campur aduk. Ketika danlap "komandan lapangan" Gebon yang bertugas saat itu dibantu Ferry dan Haris, memandu berjalannya peserta diklat susulan ini. Beberapa kali Haris menginstruksikan jargon ke peserta diklat di situasi-situasi tertentu.
Mahapala ittelkom.. "Seru Haris"
Tetap semangat..!! "Jawab peserta"
Kurang keras..!! Mahapala ittelkom.. "Seru Haris"
Tetap semangat...!!! "Jawab Peserta"
Siswa..!! "Seru Haris"
Mahapala ittelkom...!!! "Jawab peserta"
Masih ingat ketika kami sebagai panitia bingung untuk menentukan nama untuk peserta diklat susulan, sampai kami debat, berargumen mengutamakan pendapatnya bahwa nama ini yang cocok untuk dia.
Gimana? Besitang pas buat namanya, sebuah sungai di Sumatera Utara yang keadaanya tidak tentu, kadang dia surut dan kadang dia meluap, seperti Dava itu dia setelah diperhatikan anak nya terkadang penuh semangat bergejolak sesaat tiba-tiba lemas lesu. "Seru Wafa"
Yaa menurut saya Dava lebih pas disebut sungai pacita, karena keadaan nya yang kurang seimbang dan kemanfaatan nya untuk fauna dan faura menjadikan nya tempat wisata. "Seru Firman"
Lohh kok wisata.. Hehe. "Seru Wafa"
Oke cukup, ada yang mau berpendapat lagi? kalau tidak ada langsung vote saja. "Seru Gepar"
Hal yang sama juga ketika pemberian nama-nama peserta lain. Sempat terpikir apakah dulu ketika kami diklat panitia juga seperti ini dan apa saat ini peserta diklat susulan juga penasaran terhadap nama-nama lapangan nya.
....
Perjalanan menuju pos bayangan ini lah yang banyak sekali rintangan, pasti aja ada halangannya. Seperti, kondisi barisan yang sudah melonggar memecah, beberapa anggota sering duduk selonjoran di bebatuan. Saya melihat kaki Firman bergetar-getar sesekali dia memegang lututnya. Hilal yang sering tertinggal ditemani seseorang secara bergantian dibelakang nya untuk mendorong perjalanannya, saat itu Haris yang terus menariknya berjalan kedepan. Seperti berjalan disebuah selokan, karena lika liku track yang terjal disamping kanan kirinnya tanah dan bebatuan yang menumpuk, air pun mudah mengalir kemana saja jika terjadinya hujan.
Heyy dilarang duduk..!! "Seru Emba Banyu, dari kejauhan" dia adalah panitia wanita temannya Mas Jo yang mulai menemani perjalanan kami dari pos awal.
Disuruh siapa duduk, berdiri !! "Emba Banyu melanjutkan ucapannya"
Ketika panas membara kondisi kami dibingungkan oleh hilal yang tertinggal jauh di belakang, membuat rombongan berhenti dan duduk selonjoran. Tampak Hilal dari kejauhan mukanya memerah kondisinya ngap, berjalan perlahan berhenti dan berjalan lagi, di belakang nya terlihat Haris yang sabar menemani dengan muka kesalnya.
Ayo Hilal buruan teman-teman itu sudah ada didepan. "Seru Haris"
Ben..tar du..lu. "Seru Hilal sambil tersendak-sendak"
Sudah.. Kalian duluan saja, nanti biar Hilal ditemani Haris buat sampai ke pos bayangan. "Seru Emba Banyu"
Kami berjalan menyusuri lika liku akar serabut yang membentang dari pohon-pohon kecil disekitar perjalanan mumbuat kami tidak sadar, tiba-tiba saya melihat tenda-tenda berdiri ditanah lapangan yang luas, terdengar bumi suara manusia berbondong-bondong berkeluyuran di sana, di balik situasi pos bayangan yang seru terdapat view yang indah dalam backgroundnya, puncak pawitra.
"Cetakk.. " Suara ketika menyalakan kompor gas, saat ini cuaca sedang panas-panas nya. Biasa membuat susu hangat atau kopi adalah rutinitas Gepar setelah memendidihkan air panas, padahal tidak ada yang memesan atau menginginkannya. Berbeda dengan Teddy yang kali ini tidak memasak apapun, tentunya kami memakan makanan instan seperti aneka roti, biskuit, dan madurasa yang biasa saya emut. Pukul 11.15 ketika mentari semakin memosisikan diri di tengah tengah keberadaan kami, di antara kami banyak yang rebahan kemudian tertidur berjejer, seperti ikan asin dijemur dan diantara kami duduk-duduk dibawah naungan pohon kecil bincang-bincang bersama panitia, panitia memang mewajarkan itu. Sebelum, panitia memanggil beberapa peserta untuk ikut dengannya, karena akan ada pemberian nama lapangan sebagai kado sepesial kegiatan.
"Kerueng dan Keluet adalah dua aliran sungai yang searus di Sumatra Utara. kebesaran dan arus deras semoga mengalir pada diri Teddy sebagai Krueng dan Gebon sebagai Kluet" seru Mas Dani, selanjutnya adalah Ferry yang diberikan nama Sungai Progo dan Fitria yang diberikan nama Sungai Lariyang, dan saat gilirannya saya.. "Sebuah Sungai arus keras yang memberikan banyak ke bermanfaaat hidup yang selalu stay dan bertahan di segala musim, namun arusnya yang sering menghanyutkan, Sungai Serayu diberikan kepada saya sebagai kenang kenangan panitia. Sebagai Sungai yang mempunyai visi yang sama yaitu lautan yang rendah tapi bukan kerendahan. Dari hulu yang berbeda, membuat misi yang berbeda, asal, identitas, dan cara hidup yang tak sama, menjadikan semuanya bahu membahu mengaliri ke bermanfaaat untuk tujuan "visi" yang sama hilir.
Sebagai nama yang kuat Serayu tak akan terpengaruh oleh keadaan, lelah capek dan godaan tidak mengubah mindset nya untuk sampai tujuan puncak pawitra, ketika berjalan merangkak melewati daerah batu besar setelah perjalanan lama dari pos bayangan. Saya melihat seperti gua kecil yang muat dimasuki ukuran orang dewasa. Gua yang terbentuk dari tumpukan batu besar menyisakan sedikit lahan dari hasil sanggahan kedua batu. Berjalan perlahan seperti Ceethah, mengendap-endap ke setiap medan yang akan di laluinya, kedua tangan dan kakinya berfungsi bersamaan memotong setiap rekor perjalanan. Regu berjalan seperti Semut berjalan cepat di di satu langkah kami manusia yang terlihat panjang, namun dengan semangat dan kebersamaan yang sama seperti seekor semut tadi, semuanya berjalan seperti gerbong yang saling bergantungan dan menarik bantuan. Saat Progo "Ferry" mengulurkan tangannya kepada Pikatan "Ayu" yang menariknya ukurannya kemudian melangkahkan kaki tidak sadar sudah sampai puncak pawitra, apa yang dilihatnya adalah bendera putih berkibar.
Memang badai setelah kami sesampai disini pada pukul 13.00 WIB semua pandangan tampak putih terhalangi awan kabut, seperti dinding-dinding tembok kami tidak bisa melihat apa-apa selain melihat arah kebawah yang kebetulan ada sebuah lubang yang kami tempati untuk berlindung. Sebuah lubang kecil kami manfaatkan untuk menghangatkan diri dan menghindari angin kencang. Namun kondisi cuaca tetap tidak membaik, akhirnya terpaksa untuk menjalankan upacara disituasi badai kencang, sampai-sampai topi rimba yang saya pakai sempat terbang. semua peserta berdiri membentuk saf sebelum Mas Jo menghampiri setiap peserta sebagai bagian penyambutan, dengan ditandai pembagian secraft merah mahapala sebagai anggota resmi Mahapala ITTelkom Surabaya. Diucapkannya.. Selamat.
Sama hal nya ketika menjadi panitia diklat, menyambut delapan peserta diklat susulan yang berhasil hingga puncak pawitra. Setiap mereka dipasangkan sebuah secraf merah kebanggaan. Upacara kali ini lebih ramai dari sebelumnya, 8 peserta diklat susulan dan 13 panitia yang ikut serta beberapa diantaranya adalah senior dan petugas basarnas pawitra, berbaris memutar memenuhi puncak hingga awan terbelah dan angin pun menjauh. Sedikit tampak cahaya sesekali menyinari kami membuat hangat, kehangatan berasal dari sikap tobat, sebuah sikap atas rasa sukur dengan dilakukan perenungan, "jujur baru tahu saya kalau pergerakannya seperti ini" Pikir Wafa dalam hati. dimana posisi kaki tegak seperti rukuk, namun kepala menempel ketanah dan tangan saling menggenggam dipunggung belakang. Sebuah cara untuk menghangatkan adalah bergerak lewat olah raga kata panitia, namun yang dimaksud adalah push up, shite up, hingga sikap tobat.
Hingga saat ini berdirilah orang-orang tangguh berjiwa besar yang mau berjuang dan punya niatan...
Puncak Pawitra, Penanggungan 1656 Mdpl. Pukul 14.00 WIB hari Minggu, 15 November 2020
Hiduplah indonesiaaa... Raya. "Kalimat terakhir yang dinyanyikan bersama"
Selanjutnya, kami adalah saudara.
Kami yang datang dengan perbedaan.
Kami yang datang dengan keberagaman.
Sebagai Hulu yang berbeda, akan ada hilir tempat untuk bertemu.
Melalui tujuan yang sama, sebagai air yang membawa kehidupan.
Sebagai air yang memberikan kebermanfaatan, hingga hilir.
Dataran rendah, bukan untuk direndahkan.
Jiwanya semakin kebawah, ke dalam hati.
Namun semangatnya ombak.
Dan, Selanjutnya kami adalah hilir.
.....
TAMAT
Komentar
Posting Komentar