SELAWAKTU KA PANENJOAN 1450 MDPL - [Catatan Naik Panenjoan]
Pagi yang indah ditemani kicauan burung pegunungan ketika saya melukis sebuah masjid dan wanita muslimah cantik duduk diteras masjid memandang kearah saya dan meminta untuk serta dilukiskan dirinya.
Tidak ada hari yang paling friendly selain hari minggu, bahkan ketika minggu tiba, pagi hari adalah hal yang ditunggu. Sebagai santri yang setiap waktunya dibatasi, kini pada kesempatan ini kami melakukan perjalanan ke bukit panenjoan, karena lokasi asrama kami dekat dengan arah menuju bukit.
Perwakilan dari kami saat itu mengabarkan bahwa perjalanan kami diizinkan oleh pihak pesantren, saat itu amet yang meminta izin ke umi - "ibu pengasuh pesantren" Berbekal makanan secukupnya untuk tiba sampai bukit memakan waktu 2 jam, Kami beranggotakan 9 orang melakukan perjalanan.
Dalam perjalanan yang santai kami tidak terbebani apapun dipundak kami, hanya membawa satu tas yang dibawa bergantian berisi makanan yang sebelumnya sempat dibeli di warung nya ustadz iwan. "Bentar a waf mending beli makanan disini dulu buat perjalanan nanti" Seru Maliki, "nya urang geh hayang meser ieuhh" Seru ahmad. Beberapa dari kami memang membeli setiap kebutuhan nya masing-masing. Maliki, Ahmad, Ahok, Amet, dan Didin sudah ramai di warung membicarakan tentang makanan dan perjalanan. Sembari berjalan santai paris bertanya tentang warung yang ada dipersimpangan "nanti mampir dulu di warung persimpangan belok kiri itu ya, naluri perut mengatakan ada gorengan angetan disana haha" Seru Didin, dengan ucapan nya yang belum lengkap dipotong suhanda: "daa diluhur geh aya warung atuhh, urang sok tingalian atuhh" Seru Suhanda. "Yaudah, karena setelah persimpangan belok kiri masih jauh sedangkan arah bukit belok kanan mending nanti kesananya setelah dari bukit perjalanan pulang" Seru Taufiq. "Setelah tanjakan ini persimpangan sebelum belok kanan arah bukit dan jalannya menanjak terus terlebih dahulu kita istirahat dipersimpangan" Kata Wafa.
Gajah mati meninggalkan gading, harimau meninggalkan belang, lantas manusia tinggal nama nya. Nama baik atau buruk pasti akan dikenang, itulah perbincangan kita ketika menaiki tanjakan super duper. Seperti layaknya pendakian ini manusia butuh bergerak berjalan terus untuk berada diposisi teratas, sampai melihat semua dataran-dataran rendang ketika berada di ketinggian. "Eh si wafa ngomongna jiga politik kitu hahaha" Seru Taufiq.
Waktu yang paling kesal adalah mengingat, bahkan disaat perjalanan ke bukit keadaan dipaksa untuk mengingat hal-hal tidak penting atau hanya karena sekedar penghibur perjalanan agar tidak sepi. Banyak ingatan yang bermunculan ketika berbincang banyak hal seperti izin joging bebas perjalanan hingga sampai beli makanan dipasar, belajar di laboratorium komputer berasa warnet dan DVD video kaset yang dibeli dipasar, makan bareng hasil ngeliwet dan bakar-bakar sebelum esok harinya pulang libur panjang. Memang kenangan itu yang susah dilakukan kembali saat keamanan pesantren semakin ketat. "Masih inget dulu a waf, pas ramadhan yang katanya kalau pagi setoran hafalannya Al-Kahfi? " Seru Robi.
Ohh iyaa, emang kenapa robi? " Tanya Wafa "
Nah itu kan a wafa malamnya main PS sama a malik di laptop sampai jam 2 "Seru Robi"
Hahaha lucu yaa, sampai-sampai besoknya di marahin ustadz suja'i. wafa maliki kalau mau serius menghafal jangan main PS dikamar pakai laptop malam. "Seru Wafa sambil meniru kalimat ustadz Suja'i"
Namun yang sebenarnya adalah salah paham, ustadz Suja'i dapat laporan dari anak-anak yang lain Amet dan Saep yang melapor saat itu ingin ikut melihat ketika saya dan maliki membuka hasil projek selama magang, karena dia tidak tahu apa yang dilihat dengan menduga main PS di laptop yaa mungkin menurutnya itu benar.
Break dulu "Seru Ahok". Kami beristirahat di sebuah gubuk tua yang sudah roboh. Melonjorkan kaki merebahkan badan dan menghabiskan stok makanan. Disampingku paris bercerita tentang pertama masuk pesantren sambil beranjak berdiri dan melanjutkan perjalanan. Paris adalah keponakan Dewi, seorang watina yang pernah saya lukiskan wajahnya meminta keponakannya dititipkan ke saya.
Paris, bibi kamu kok aneh banget sih? Minta kenalan kok sambil ngejailin "Seru Wafa"
Wkwkwk "Respon Paris sambil tertawa mesem"
Karena dulu ketika pertama kali Wafa masuk pesantren berselang beberapa hari merasa banyak sekali kejanggalan-kejanggalan dimulai dari baju rendaman pewanginya yang ditambahkan air sehingga pudar wanginya dan Sendal yang dikenakan banyak olesan odol, perbuatan itu semua dilakukan dewi entah apa yang ada dipikirannya, walaupun mungkin bermaksud ingin lebih mengenal wafa, hingga pada akhirnya kena skors pengurus pesantren dan wafa dinyatakan tidak bersalah, hahaha "wafa tertawa ketika mengingat momen itu"
Dia vokalis a wafa, serta ikut remaja masjid juga. "Seru Paris"
Yaa bagus. "Seru Wafa"
Kita sampai di perkebunan warga, setelah ini kemungkinan melewati perkebunan jagung dan pisang. "Seru Wafa"
Jangan injak benih yaa, ikutin jalan setapak aja. "Seru Maliki"
Jalan tanah dilewati dengan penuh hati hati karena selain jalurnya sempit dipenuhi benih terkadang tiba-tiba menanjak hingga turun kembali yang membuat ngegas mendadak ditambah tanahnya yang basah, maka jika tidak amblas, jatuh tergelincir. Tanah semakin basah dipenuhi rumput-rumput liar langkah kaki kami tertuju padanya dengan kringat yang mengucur terasa es karena faktor suhu dingin daerah ini yang tinggi, namun dijadikan rasa dinginnya itu sebagai anugerah kesegaran langkah awal kami tepat dihadapan bangunan besar menara pertama, menara pada umumnya sebenarnya namun dijadikan pata pendaki sebagai patokan atau pos untuk beristirahat. Segara kami menuju dataran tertinggi sekitar itu yang kami baru tahu adalah sebuah jalan beraspal di ketinggian yang kemungkinan mengarah ke menara akhir.
Perjalanan tidak kunjung sampai, padahal kita berada dijalan yang enak beraspal. Entah kenapa alasan sesungguhnya dari masing-masing diantara kami tidak ingin melanjutkan perjalanan dan lebih ingin menunggu di menara awal. Langkah kami memang sedikit berat entah mengapa medan magnet semakin tinggi di tambah permasalahan yang tiba-tiba datang kabut tebal melanda membuat kami berlima saya, taufiq, malik, saef & suhanda tidak saling lihat satu sama lain, sehingga taufiq memutuskan untuk berhenti ditempat hingga kabut menghilang "saya tunggu disini saja, silahkan yang mau lanjut perjalanan" Akhirnya saya berjalan lurus dengan meraba dan memanfatkan arah cahaya untuk sedikit membantu penglihatan. Bagaikan terbitan buku ibu kartini setelah gelap terbitlah terang kali ini kami seperti disambut cahaya silau yg menunjukkan waktu sudah tidak pagi lagi.
Ada sedikit aneh ketika kami keluar bertiga "kekurangan satu, Saef.. Eff" Seru Wafa dengan rasa hawatir dan pikirannya yg tidak tenang. Terdengar suara jeritan kecil dari arah kabut "Disini gak ada saef, saya tidak melihatnya dalam cahaya kecil" Kata Taufiq dari arah kabut. "Seharusnya kalau dia jatuh kebawah pasti ada bekas tapak atau debu terbang" Seru maliki, "atau mungkin pulang balik arah belakang, bersama teman-teman di menara awal, yaa semoga perjalanannya selamat"
Komentar
Posting Komentar